Minggu, 12 Mei 2013

TRANSPLANTASI


Transplantasi adalah pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat yang lain, bisa dari tubuh atau dari tubuh yang lain. Transplantasi jaringan, seperti pencangkokan cornea mata dan transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaannya transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya : pertama, donor yakni orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehatuntuk dipasangkan padaorang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan. Kedua, resipien ialah orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga, tim ahli yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada resipien.[1]
Dilihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang diplantasikan) dan resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ) ada tiga macam :
1.      Auto Transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya satu individu.
2.      Homo Transplantasi yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya terdiri dari individu yang sama jenisnya. Pada transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua individu yang masih hidup, bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut dengan cavader donor.
3.      Hetero Transplantasi, yaitu transplantasi yang donor dan resipiennya berlainan jenisnya seperti transplansi yang donornya hewan dan resipiennya manusia
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada homo transplantation ini diantaranya :
1.      Apabila resipien dan donor berasal dari telur seperti saudara kembar, transplantasi tidak banyak menyebabkan reaksi penolakan. Boleh jadi ini mirip dengan auto-transplantation.
2.      Apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya dari orang tuanya, kemungkinan reaksi penolakan cukup besar.
3.      Apabila resipien dan donor tidak ada hubungan saudara, kemungkinan reaksinya cukup besar.[2]
Dalam konteks transplantasi ginjal donor jenazah, dilihat dari kemudahan mendapatkannya donor lebih mudah. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana upaya maksimal agar transplantasi tersebut tidak mendatangkan reaksi penolakan. Sehingga niat membantu mempertahankan hidup bagi resipien dapat berlangsung dengan baik. Adapun tujuan dari transplantasi tak lain adalah sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit diobati,karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian,sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang, sebagai mana firman Allah dalam Al-qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29 “Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu” , maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya sesuai kemampuan,karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya,maka dalam hal ini Transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan.Namun persoalannya adalah bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk transplantasi tersebut ,baik dari yang masih hidup maupun dari organ tubuh manusia yang telah meninggal
Pandangan Agama Islam Terhadap Transplantasi Ginjal Donor Jenazah
Masalah transplantasi ginjal donor jenazah tidak diatur dalam agama islam secara detail. Karena itu, untuk menempatkan status hukumnya merupakan kerja kreatif intelektual (ijtihadiyah) manusia.
Dalam menentukannya dikembalikan pada subtansi ajaran agama yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan. Diatas telah disinggung bahwa prinsipnya, menyakiti seseorang baik yang masih hidu atau sudah meninggal dilarang. Ini sebagai hukum pokok (‘azimah)nya. Akan tetapi situasi dan kondisi berada pada keadaan darurat (emergency) maka ketentuan hukum yang prinsip dapat berubah, Allah menegaskan dalam Alquran :
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” (QS. Al-An’am, 6: 119)
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Karena itu transplantasi ginjal donor jenazah dapat dilakukan dengan pertimbangan kemaslahatan dan kemadharatan. Untuk menentukan sejauh mana kemaslahatan dan kemadharatan transplantasi ginjal donor jenazah, ada beberapa pertimbangan berikut.
Pertama, merusak tanpa tujuan kemaslahatan adalah dilarang. Namun apabila merusak dengan tujuan kemaslahatan yang lebih besar dibolehkan. Ibnu Qudamah (w. 620 H/1223 M) dalam al-Mughny mengatakan “ boleh membedah perut si mayit untuk mengeluarkan sesuatu yang berharga kepunyaan orang lain yang ditelannya waktu hidup, demi keselamatan harta orang yang masih hidup.”
Kedua, dalam pertimbangan manfaat, seseorang yang masih hidup lebih berhak untuk memanfaatkan anggota tubuhnya. Karena itu ia wajib memelihara dan mempertahankan kesehatannya. Bagi si mati, secara lahiriyah organ tubuhnya tidak bermanfaat lagi. Sementara ada penderita yang masih hidup sangat membutuhkannya. Jika transplantasi tidak dilakukan, akan membahayakan dirinya. Disini berlaku kaidah “ maslahat yang lebih besar didahulukan dari pada maslahat yang lebih kecil” . Atau “ketika terjadi dua maslahat maka wajib memilih madharat yang lebih kecil.”
Dengan kata lain, madharat mengambil ginjal si mati yang ginjalnya tidak lagi dimanfaatkan lebih kecil, dibanding madharat orang yang masih hidup yang ginjalnya tidak lagi dapat difungsikan.
Ketiga, organ tubuh bagi pemiliknya adalah hak pakai (ikhtishas). Ia lebih berhak atas organ tubuhnya, tetapi juga bisa memberikan atau mengizinkannya kepada orang lain sepanjang tidak merusak dirinya. Dalam hal donor ginjal, bisa didahului dengan maksiat dan disaksikan oleh ahli waris atau keluarganya, atau kalau tidak, dikembalikan pada prinsip mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar.[3] 
Dalam agama islam ada beberapa kaidah, diantaranya  : al-adlararu yuzal (kemadharatan harus dihilangkan), al-dlarurat tubihu al-mahdlurat (keadaan darurat atau emergency menyebabkan bolehnya (dilakukan) ssesuatu yang dilarang), al-masyaqqat tajlib al-taisir (keadaan yang memberatkan membawa kemudahan), al-maslahatul ‘ammah muqaddaman ‘ala al-maslahat al-khashshah (kemaslahatan umum didahulukan dari pada kemaslahatan khusus), dan lainnya.




[1] Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah. Bogor: Kencana. (2003). Hlm 101
[2] Asmawi, Fiqh Kontekstual.Jakarta:Uin Jakarta Press. (2007). Hlm 143
[3]  Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah. Bogor: Kencana. (2003). Hlm 103

0 komentar:

Posting Komentar